Pages

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Selasa, 07 Februari 2012

Kontribusi KH. Hasyim Asy’ari Terhadap Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia Oleh: M. Mahbub al Basyari

0 komentar

Nahdlatul ulama’ sebagai suatu ikatan ulama’ seluruh Indonesia dan mengajarkan berjihad untuk keyakinan dengan sistem berorganisasi dan untuk menentang para colonial belanda dan Jepang. Memang tidak mudah untuk menyatukan ulama’ yang berbeda-beda dalam sudut pandangnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi bukan Kiai Hasyim kalau menyerah begitu saja, bahwa beliau melihat perjuangan yang dilakukan sendiri-sendiri akan lebih besar membuka kesempatan musuh untuk menghancurkannya, baik penjajah atau mereka yang ingin memadamkan sinar dan syi’ar Islam di Indonesia, untuk mengadudombanya antar sesama. Beliau sebagai orang yang tajam dan jauh pola pikirnya dalam hal ini, melihat bahaya yang akan dihadapkannya oleh umat Islam, dan oleh karena itu beliau berfikir mencari jalan keluarnya yaitu dengan membentuk sebuah organisasi dengan dasar-dasar yang dapat diterima oleh ulama’ulama lain. Jam’iyah ini berpegang pada faham ahlu sunnah wal jama’ah, yang mengakomodir pada batas-batas tertentu pola bermadzhab. Pada dasawarsa pertama NU berorentasi pada persoalan agama dan kemasyarakatan. Kegiatan diarahkankan pada persoalan pendidikan, pengajian dan tabligh. Namun ketika memasuki dasawarsa kedua orentasi diperluas pada persoalan-persolan nasional.
Dalam sebuah sikap dan sifat kepahlawanan serta keulamaannya, dalam sejarah maka tidak henti-hentinya pemerintah kolonial berusaha membujuknya. Sehingga pada tahun 1937 misalnya, pernah datang kepada beliau seorang amtenar utusan Hindia Belanda bermaksud memberikan tanda jasa berupa “bintang” terbuat dari perak dan emas. Tetapi Kiai Hasyim menolak, dan kemudian beliau bergegas mengumpulkan para santrinya dan berkata:
“Sepanjang keterangan yang disampaikan oleh ahli riwayat; pada suatu ketika dipanggillah Nabi Muhammad SAW oleh pamannya, Abu Thalib, dan diberitahu bahwasannya pemerintah jahiliyah di Makkah telah mengambil keputusan menawarkan tiga hal untuk Nabi Muhammad SAW: kedudukan yang tinggi, harta benda yang berlimpah dan gadis yang cantik. Akan tetapi, Baginda Muhammad SAW menolak ketiga-tiganya itu, dan berkata di hadapan pamannya, Abu Thalib: ‘Demi Allah, umpama mereka itu kuasa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud agar aku berhenti berjuang, aku tidak akan mau. Dan aku akan berjuang terus sampai cahaya Islam merata di mana-mana, atau aku gugur lebur menjadi korban’. Maka kamu sekalian anakku, hendaknya dapat mencontoh Baginda Muhammad SAW dalam menghadapi segala persoalan….”.
Sejarah Singkat Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari
         Semasa hidup KH. Hasyim Asy’ari mungkin sudah dikenal oleh kalangan pesantren dan masyarakat umum. Kiprah, perjuangan, pengabdian cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia sudah tidak dipertanyakan lagi. Apapun yang beliau miliki hanya diperuntuhkan untuk bangsa Indonesia tercinta. Perjuangan mengusir penjajah yang merupakan bagian dari jihad yang beliau gembor-gemborkan kepada masyarakat umum ataupun santri selalu di ucapkan dalam kondisi apapun demi terciptanya kemerdekaan Negara Indonesia.
            KH. Hasyim Asy’ari adalah panggilan populernya, akan tetapi Muhammad Hasyim adalah nama aslinya, nama asli dari pemberian orangtuanya. Kemudian beliau hidup dalam sebuah pedesaan dan juga dalam naungan pesantren. Beliau juga lahir dari keluarga elit kiyai jawa pada 24 Dzul Qa’dah 1287/14 Februari 871 di desa Gedang, sekitar dua kilometer dari sebelah timur Jombang. Ayahnya ialah Asy’ari dan pendiri Pesantren keras di Jombang. Sementara kakeknya, Kiai Usman adalah kiai terkenal dan pendiri pesatren Gedang yang didirikan pada abad 19. Selain itu, moyangnya, Kiai Sihah adalah pendiri Pesantren Tambak beras jombang. Jadi wajar saja apabila beliau hidup dari kecil hingga wafatnya dalam didikan pesantren.
            KH. Hasyim Asy’ari adalah anak ketiga dari 10 bersaudara, mereka diantaranya; Nafi’ah, Ahmad Sholeh, radiah, Hasan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi dan Adnan. Kecerdasan beliau sudah terlihat semenjak umur 7 tahunan. Pada tahun 1876 tepatnya berumur 6 tahun, ayahnya mendirikan pesantren keras sebelah selatan Jombang. Dengan didasari itu suatu pengalaman yang kemungkinan besar mempengaruhi beliau untuk kemudian mendirikan pesantren sendiri. Di Pesantren sendiri selalu mengadatkan sebuah tradisi yaitu perjodohan, yang mana perjodohan antara KH. Hasyim Asy’ari dengan.
            Kemudian dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan umat, maka KHM. Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, Jombang pada tahun 1899 M. Dengan segala kemampuannya, Tebuireng kemudian berkembang menjadi “pabrik” pencetak kiai. Sehingga pemerintah Jepang perlu mendata jumlah kiai di Jawa yang “dibikin” di Tebuireng. Pada tahun 1942 Sambu Bappang (Gestapo Jepang) berhasil menyusun data tentang jumlah kiai di Jawa mencapai dua puluh lima ribu kiai. Kesemuanya itu merupakan alumnus Tebuireng.
Read more...
 
MI Al Fatah Ujunggebang © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here